Add caption |
Hukum yang berada di Indonesia
Sejak
dulu hukum yang berlaku di Indonesia sudah sangat baik, berbagai amandemen
sudah ditetapkan, bahkan sanksi – sanksi sudah jelas tertulis dalam undang –
undang yang berlaku, hanya saja oknum – oknum indonesia yang menyalahgunakan
hukum di indonesia. Pejabat – pejabat negara banyak yang melanggar undang –
undang, dan saat ini hukum dapat di beli dengan uang, sehingga menyebabkan
indonesia terjadi inflasi hukum. Saat pejabat negara mengambil uang rakyat tanpa mengembalikannya
atau sering disebut mengorupsi uang rakyat, maka pejabat tersebut dapat
bibebaskan tanpa syarat dan tidak diketahui penyebabnya, sedangkan ada rakyat
kecil yang mencuri mangga, ia harus melalui proses hukum dan masuk sel tahanan
minimal tujuh tahun, masih di tambah dengan denda yang tidak sedikit jumlahnya,
dalam hal tersebut darimanakah kemampuan rakyat kecil membayar denda, apakah
keluarganya sanggup untuk membayarnya, sedangkan dirinya berada di dalam
penjara. Dalam hal hukum memang Indonesia sangat berkaitan dengan moral, tetapi
tindakpidana tidak bisa dikaitkan dengan moral, karena moral merupakan tindakan
yang subyektif, sedangkan hukum merupakan tindakan yang obyektif. Hukum berlaku
bagi siapa saja meskipun yang melanggar adalah seorang pejabat, presiden,
polisi, maupun rakyat kecil. Di
zaman sekarang ini bisa dikatakan bahwa hukum di Indonesia mulai tidak adil,
dikarenakan penempatan hukuman pada tindakpidana yang tidak sesuai dengan
undang-undang yang telah ditetapkan.
Hukum merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan
atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam
bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka
yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan
peraturan atau tindakan militer. Filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah
supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela."
Positivisme hukum berpandangan bahwa hukum itu harus dapat
dilihat dalam ketentuan undang-undang, karena hanya dengan itulah ketentuan hukum
itu dapat diverifikasi. Adapun yang di luar undang-undang tidak dapat
dimasukkan sebagai hukum karena hal itu berada di luar hukum. Moral hanya dapat
diterima dalam sistem hukum apabila diakui dan disahkan oleh otoritas yang
berkuasa dengan memberlakukannya sebagai hukum. Sitem hukum adalah sistem yang
logis, tetap dan bersifat tertutup dimana keputusan-keputusan hukum yang benar
atau tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari
peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan
tujuan-tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral.
Dengan demikian kita dapat mengatakan, karena negara
merupakan forum kekuatan-kekuatan politik yang ada didalam masyarakat, maka
hukum adalah hasil sebagian pembentukan keputusan yang diambil dengan cara yang
tidak langsung oleh penguasa. Penguasa mempunyai tugas untuk mengatur dengan
cara-cara umum untuk mengatasi masalah-masalah kemasyarakatan yang serba luas
dan rumit, pengaturan ini merupakan obyek proses pengambilan keputusan politik,
yang dituangkan kedalam aturan-aturan, yang secara formal diundangkan. Jadi
dengan demikian hukum adalah hasil resmi pembentukan keputusan politik. Ajaran
murni tentang hukum adalah suatu teori tentang hukum yang sebenaranya dan tidak
mempersoalkan hukum yang sebenarnya itu, yaitu apakah hukum yang sebenarnya itu
adil atau tidak adil. Seringkali para oknum memperbesarkan masalah-masalah yang
kurang begitu penting bagi negara, mereka lebih mementingkan sesuatu yang
menyangkut diri pribadi daripada masalah negara. Sedangkan masalah yang sangat
penting hingga menyangkut kehidupan rakyat kecil, para oknum seringkali meremehkan
hal tersebut.
Berbagai kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui
keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang menganut
sistem demokrasi, seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan, kelompok organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan
lain-lain. Bahkan UU. R.I. No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu
yang diatur dalam Pasal 53 : “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang Undang
dan Rancangan P eraturan Daerah”. Dengan demikian seharusnya para oknum
aparat menyediakan layanan e-mail, nomor televon untuk masyarakat agar
masyarakat dapat menyampaikan masukan atau keluhan yang mereka rasakan, di sisi
lain para oknum aparat sangat membutuhkan suara atau masukan rakyat untuk
menyelesaikan permasalahan hukum yang kurang adil di Indonesia. Sehingga rakyat
tidak lagi melakukan demonstrasi, pawai, dan sebagainya untuk mengutarakan
pendapat mereka, apakah mereka setuju atau tidak dengan keputusan yang telah
ditetapkan para penguasa rakyat. Karena rakyat juga memiliki hak asasi pribadi.
Selama abad pertengahan tolak ukur segala pikiran orang
adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang
Pencipta. Hukum yang dibentuk mendapat akarnya dalam agama, secara langsung
atau secara tidak langsung. Pengertian hukum yang berbeda ini ada
konsekuensinya dalam pandangan terhadap hukum alam.
Karena itu, pada dasarnya pengertian hukum tidak selalu sama dan terus berubah
bersama berjalanya waktu dari zaman ke zaman.
Sedangkan konsep negara hukum bagi Indonesia adalah berdasarkan
pancasila di mana di dalamnya terdapat hukum Tuhan, dan hukum etika. Dan
juga yang mana di dalam pancasila itu sendiri telah mencakup akan aturan
hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama baik dalam hak asasi
manusia, maupun keadilan. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
pancasila namun dalam pelaksanaannya seringkali bukan hukum yang ditegakkan
melainkan lebih kepada otoritas dari orang yang berpengaruh dalam negara. Indonesia
memiliki hak untuk mencantumkan hukuman mati sebagai salah satu hukuman dalam
KUHP, namun taggungjawab sebagai negara hukumlah yang penting untuk
diperhatikan.
Seperti diketahui
bersama, sejak didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945 M/10 Ramadhan 1367 H,
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Undang-Undang Dasarnya
menyatakan diri sebagai negara hukum. Sebelum Undang-Undang Dasar 1945
dimandemen, pencantuman Indonesia sebagai negara hukum dijumpai dalam bagian
penjelasan yang menyatakan: “Indonesia, ialah negara yang berdasar atas hukum
(rechtsstaat).” “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat) tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Setelah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamandemen, pernyataan Indonesia sebagai
negara hukum termasuk dalam BAB I Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan: “Negara
Indonesia adalah negara hukum.”
Permasalahannya sekarang, adakah yang dimaksud dengan kata “hukum” dalam kalimat “Negara Indonesia adalah negara hukum,” itu termasuk di dalamnya hukum tidak terulis ? Ilmu hukum memang mengajarkan kepada kita tentang keberadaan hukum tidak tertulis di samping hukum tertulis. Tetapi dalam kenyataannya, hukum modern tampak lebih mengacu atau bahkan lebih berpihak kepada hukum terutulis (codified law) dibandingkan dengan sekedar pengakuan apalagi keberpihakannya kepada praktek hukum tidak tertulis (uncodified law).
Permasalahannya sekarang, adakah yang dimaksud dengan kata “hukum” dalam kalimat “Negara Indonesia adalah negara hukum,” itu termasuk di dalamnya hukum tidak terulis ? Ilmu hukum memang mengajarkan kepada kita tentang keberadaan hukum tidak tertulis di samping hukum tertulis. Tetapi dalam kenyataannya, hukum modern tampak lebih mengacu atau bahkan lebih berpihak kepada hukum terutulis (codified law) dibandingkan dengan sekedar pengakuan apalagi keberpihakannya kepada praktek hukum tidak tertulis (uncodified law).
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22
negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya
dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat.
Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan
praktek hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara
di dunia telah menghapuskan praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah
menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara
menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara
malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129
negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.
Melalui paper ini, penulis berusaha untuk memaparkan tentang
hukuman mati di Indonesia sebagaimana Indonesia adalah negara hukum, dan
khususya menyoroti hukuman mati dalam perspektif kekristenan sendiri. Yang mana
juga menjadi pro dan kontra dalam sebagian kelompok. Apa yang dituliskan dalam
Al-Qur’an tentang hukuman mati, inilah yang juga akan diutarakan penulis dalam
paper ini. Seharusnya hanya Allah yang berhak menghukum mati seseorang, apabila
seseorang melakukan kesalahan harus malalui proses hukum entah yang melakukan
itu dari keluarga konglomerat, oknum aparat, rakyat kecil dan sebagainya.
Melalui paper ini, penulis juga berharap para oknum di Indonesia
harus memenuhi syarat – syarat yang seharusnya dapat membawa negara Indonesia
pada kemajuan hukum seperti di negara maju lainnya. Karena di Indonesia bukan
hukumnya yang salah, tetapi oknum – oknum tidak bertanggung jawab itulah yang
menghancurkannya. Jika para oknum aparat memenuhi dan melaksanakan
syarat-syarat yang telah ditetapkan undang-undang yang berlaku, maka
masalah-masalah yang dihadapi negara Indonesia ini akan segera terselesaikan.
By : Nurhuda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar